HOME / NEWS

Menu Oriental-Jawa (1): Lumpia Ternyata Kuliner Hasil Buah Cinta 2 Budaya

Food & Beverages

/ 2023-01-20

Menu Oriental-Jawa (1): Lumpia Ternyata Kuliner Hasil Buah Cinta 2 Budaya

iniSURABAYA.com – Enam menu spesial khas Tiongkok menyambut tamu Surabaya Suites Hotel di momen istimewa Tahun Baru Imlek kal ini. Sajian tersebut berupa cemilan hingga menu makanan utama, seperti Loenpia Isi Rebung Ayam, Ronde, Kue Keranjang, Bakso, Soto, dan Lontong Cap Go Meh.

Tak hanya menyajikan menu khas Tiongkok. Danang Lukita, Executive Chef Surabaya Suites Hotel ini menyuguhkan sajian tersebut lengkap dengan ‘kisah’ perjalanan menu tersebut. Berikut selengkapnya:

Loenpia Isi Rebung AyamKisah kedatangan Lumpia di Semarang tak lepas dari peran saudagar Cina. Pada tahun 1800, seorang perantau Tionghoa bernama Tjoa Thay Yoe datang ke Semarang untuk mengubah nasibnya.

Sesampainya di Semarang, dia mencoba menjual masakan khas China, yaitu martabak yang diisi rebung dan dicampur daging babi.

Namun dalam menjalankan bisnis makanan, Tjoa harus bersaing dengan Wasi, seorang perempuan Jawa yang menjual makanan sejenis namun dengan isi berbeda.

Sementara martabak Tjoa menyajikan rebung dan daging babi yang gurih, Wasi mengisi martabaknya dengan campuran ayam, udang, dan telur yang rasanya manis.

Diawali dari kompetisi ini, Tjoa dan Wasi kemudian menjadi teman dekat. Dari persahabatan ini, mereka bertukar resep hingga menikah. Menurut Djawahir Muhammad, sejarawan Semarang, pernikahan mereka merupakan tanda cinta untuk bersatunya dua budaya.

Dari pernikahan mereka, lahirlah masakan bernama Lumpia, kombinasi resep Tjoa dengan resep Wasi. Mencampur kedua resep ini akan menghilangkan semua bahan haram seperti babi, minyak babi, dan lain-lain.

Resepnya kemudian diubah menjadi rebung yang dicampur dengan udang dan ayam. Bumbunya juga diganti. Industri Lumpia tetap bertahan hingga saat ini.

Karena sejarah panjang yang dimulai pada tahun 2014 ini pula Lumpia diakui oleh Unesco sebagai warisan budaya nusantara.

BaksoMeng Bo penemu bakso dari kota Fuzan yang hidup pada abad ke 17, tepatnya di akhir masa kejayaan Dinasti Ming, memiliki seorang ibu yang sudah renta dan sulit makan, padahal ibunya sangat suka makan daging.

Semakin hari sang ibu semakin tidak berdaya dan tidak bisa mengunyah makanan lagi. Meng Bo yang sangat mencintai ibunya itu merasa sangat terpukul melihat penderitaan sang ibu. Dia pun duduk di depan rumahnya, termenung dan berpikir bagaimana caranya agar ibunya bisa kembali makan daging yang enak.

Tak sengaja matanya tertuju pada tetangganya yang sedang sibuk menumbuk beras ketan untuk membuat mochi dan membentuknya bulat-bulat. Terinspirasi dari mochi, Meng Bo langsung mengeksekusi buah pemikirannya.

Daging yang ada di dapur ditumbuk sampai halus seperti membuat mochi. Lalu ia bentuk bulat-bulat dan direbus dalam air panas sampai mengambang.

Setelah percobaannya itu selesai, Meng Bo menghidangkan bakso ciptaannya itu kepada sang ibu dan wanita yang sudah sakit-sakitan itu pun lahap menyantapnya. Meng Bo sangat bahagia karena akhirnya sang ibu bisa kembali makan daging yang aslinya daging babi.

Lalu, kenapa diberi nama bakso? Meng Bo pertama kali membuat bakso dari daging babi yang dalam bahasa Tiongkok adalah ‘bak’. Dia lalu memasukkan bakso-baksonya ke dalam kuah sup yang bahasa Cinanya ‘so’. Sehingga masyarakat Fuzhou kala itu menamainya bakso yang berarti sup daging babi.

Nama itu tidak berubah saat sampai di Indonesia walaupun bakso di Indonesia sudah dimodifikasi dan disesuaikan dengan kepercayaan masyarakat setempat yang kebanyakan tidak mengkonsumsi daging babi. *

sumber: https://inisurabaya.com/2023/01/menu-oriental-jawa...